Selasa, 09 Juli 2013

Etika dalam Kerja Sama


1. Pengertian dan Dasar Hukum Syirkah
Syirkah/Musyarakah secara etimologi adalah al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. [1]
Secara terminologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syirkah (musyarakah) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.[2]
Secara terminology, ulamah fiqih beragam pendapat dalam mendefinisikan syirkah, antara lain:[3]
1) Hanafiah: al-musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh dua orang  yang bersyirkah (bekerjasama) dalam modal dan keuntungan (Ibn ‘Abidin, Radd al-mukhtar ‘ala ad-dur al-mukhtar (3/364).
Percampuran dua bagian orang atau lebih yang melakukan kerjasama tanpa ada keistimewaan satu sama lain (al-Jurjani, at-ta’rifat (111).
2) Malikiah: al-musyarakah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka (Ad-dardir, Hasyiah ad-dasuki (3/348)
3) Syafi’iah: al-musyarakah adalah adanya ketetapan hak atas sesuatu bagi dua orang –atau lebih-  yang melakukan kerjasama dengan cara yang diketahui (masyhur) (Al-khathib, Mughni al-muhtaj (2/211)
 4) Hanabilah: al-musyarakah adalah berkumpul (sepakat) dalam suatu hak dan perbuatan/tindakan (Ibn Qudamah, al-mughni (5/109).
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha’ berbeda pendapat sebagai berikut:
a.  Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عَقْدٌبَيْنَ الْمُتَشَارِ كَيْنَ فِى رَأْسِ الْمَالِ وَالرَّبْحِ                                      
Artinya: “akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[4]
b.  Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى جِهَةِ الشُّيُوْعِ                                      
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
c Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
ثُبُوْتُ الْحَقِّ لاِثْنَيْنِ فَأَكْثَرَ                                                            
Artinya: “ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih”.
Dasar  Hukum Syirkah adalah:
1.      Al-Quran:
- QS. An-Nisa: 12:
ﻔﻬﻢ ﺸﺮ ﻜﺎﺀ ﻔﻰ ﺍﻠﺜﻠﺚ                                                                         
Artinya: maka mereka bersekutu dalam yang sepertiganya.
- QS. Shaad: 24:
ﻮﺍﻦ ﻜﺸﻴﺮﺍﻤﻦ ﺍﻠﺨﻠﻄﺎﺀ ﻠﻴﺒﻐﻲ ﺒﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺒﻌﺾ ﺍﻻﺍﻠﺬﻴﻦ  ﺍﻤﻨﻮﺍ ﻮﻋﻤﻠﻮﺍﺍﻠﺼﻠﺤﺖ    
Artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian berbuat zhalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan beramal soleh).
2.      Al-Hadits
Dalam sejumlah hadits Rasulullah disebutkan bahwa ketika beliau diutus, banyak masyarakat di sekitarnya mempraktikkan kerjasama dalam bentuk musyarakah dan Rasulullah membolehkan transaksi tersebut, seperti hadits-hadits di bawah ini:
- HR. Abu Daud no. 2936 (kitab al-buyu’) dan al-Hakim Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
نَا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا ﻮﺠﺎﺀ ﺍﻠﺸﻴﻄﺎﻦ
Artinya: “aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya”.
Hadits tersebut menurut At-Turmuzi adalah hadits “hasan” sedang Imam Al-Hakim mengkategorikan sebagai hadits sahih.
- HR. At-Turmuzi dari Amr bin “Auf: (Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang dapat meharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin selalu terikat dengan syarat-syarat yang mereka telah tentukan, kecuali syarat yang dapat mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram).
- HR. Al-Bukari: (Allah akan ikut membantu doa untuk orang berserikat, selama di antara mereka tidak saling menghiananti).
- HR. Abu Daud dan Al-Hakim: (Tangan (pertolongan) Allah berada pada dua orang yang bersyarikat (melakukan transaksi musyarakah), selama mereka tidak ada pengkhianatan).
- HR. At-Thabrani dari Ibn Umar, Rasulullah bersabda: (Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tidak bersuci).
Syarat dan Rukun Syirkah
            Hanafiah berpendapat bahwa rukun syirkah hanya ada satu, yaitu shighat (ijab dan qabul) karena shighat-lah yang mewujudkan adanya transaksi syirkah.
            Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah , yaitu:
1.      Shighat
2.      Aqidhain
3.      Objek syirkah, yaitu modal pokok, tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang tidak diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagaimana tujuan syirkah, yaitu mendapat keuntungan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan para ulama, yaitu:
1.      Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian untuk mewakilkan dan menerima perwakilan.
2.      Modal syirkah diketahui
3.      Modal syirkah ada pada saat transaksi
4.      Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan lain-lain.
2. Bentuk-bentuk Syirkah dalam Fiqh Muamalah
Jenis-jenis al-musyarakah ada dua: [5]
a. Musyarakah Pemilikan (syirkat al-amlak): yaitu persekutuan (kerjasama partnership) antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan. musyarakah ini dapat tercipta karena warisan, wasiat, hibah, jaul  beli atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.

Musyarakah pemilikan ini oleh ahli fiqh dibagi lagi menjadi dua:
-          Syirkah ikhtiari atau perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang berserikat, contoh:  dua orang sepakat berserikat membeli suatu barang atau mereka menerima harta pemberian (hibah, wasiat, wakaf dsb) maka harta yang mereka beli atau terima secara berserikat menjadi harat serikat bagi mereka berdua, karena perserikatan muncul akibat tindakan hukum kedua orang berserikat tersebut.
-          Syirkah Jabari (perserikatan yang muncul secara paksa bukan atas keinginan orang yang berserikat); yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak mereka, seperti harta warisan yang diterima karena adanya kematian dari salah satu keluarga. Status kepemilikan secara hukum menurut fukaha adalah menjadi milik masing-masing yang berserikat sesuai haknya dan bersifat berdiri sendiri.  
b. Musyarakah Akad/kontrak (syirkat al-’uqud) yaitu akad kerjasama antara dua orang atau lebih dan bersepakat untuk berserikat dalam modal dan keuntungan.
Musyarakah akad terbagi menjadi:
-          Syirkah Al-Mufāwadah adalah transaksi kerjasama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana (modal) dan berpartisipasi dalam kerja/usaha, masing-masing setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. kata “mufawadah” adalah “musawah” (kesamaan).
-          Syirkah Inan adalah penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak lain. Demikian halnya, dengan beban tanggung jawab dan kerja, boleh satu pihak bertanggung jawab penuh, sedangkan pihak lain tidak. Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati. Jika mengalami kerugian maka resiko ditanggung bersama dilihat dari persentase modal. Ulama fiqh secara ijma’ (konsensus) membolehkan bentuk transaksi seperti ini. Landasannya, Rasulullah saw pernah melakukan kerjasama seperti ini dengan Al-Saib bin Syarik kemudian para sahabatnya melegitimasi kerjasama tersebut.Namun para ulama fiqh klasik memberikan ketentuan-ketentuan yang berpariasi dalam kerjasama tersebut: Hanabilah: hanya membolehkan dalam syaraikah al-abdan (badan) dan syarikah al-maal (harta); Malikiah: mensyaratkan adanya izin bertindak atas nama kerjasama tersebut dari ke dua pihak; Hanafiah: mensyaratkan adanya ijab-qabul untuk menjadi representative, sehinga ada amanah dalam mengembangkan usaha (modal) kerjasama tersebut.
-          Syirkah al-abdan adalah kontrak kerja sama antara dua orang sepropesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan, seperti kerjasama para dokter, advokasi, dan kerjasama seprofesi lainnya. Kerjasama ini sering juga disebut “syarikah al-abdân” atau “syarikah ash-shanâi’”. Malikiah: mensyaratkan adanya kesepakatan dalam jenis usaha dan tempat kerja; Ulama klasik lainnya: tidak menetapkan syarat semacam itu, namun Hanafiah: menganggap tidak boleh melakukan kesepakatan kerjasama semacam ini untuk amlak ‘ammah (fasilitas umum) dan bahkan mereka cenderung mengkategorikannya sebagai syarikah al-mufawadah.
-          Syirkah al-Wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal, namun memiliki “reputasi dan prestise baik”  atau ahli dalam bisnis. Dengan reputasi dan prestise itu, ia membeli barang dengan bentuk kredit lalu menjualnya secara tunai. Hasil (keuntungan dan kerugian)  dari kerjasama tersebut dibagi berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Kontrak kerjasama seperti ini tidak memerlukan modal, karena hanya didasarkan atas kepercayaan dan jaminan tersebut. Kerjasama seperti ini lazim disebut sebagai syarikah al-mafâlis (syarikah piutang). Ulama klasik (Malikiah, Syafi’iah, Zhahiriah) cenderung tidak membolehkan; Hanafiah dan Hanabilah: menganggapnya boleh.
-          Syirkah Al-Mudhārabah adalah bagian dari kontrak kerjasama yang banyak dipraktikan diberbagai lembaga keungan dan aktifitas perekonomian syraiah, karena kerjasama ini lebih mengacu pada profit and loss sharing, di mana pihak pemodal (rabbul maal) memberikan modal kepada pengusaha (mudharib) supaya dapat mengelolanya dalam bisnis. Keuntungan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. Syafi’iah: kerjasama berbentuk mudharabah ini tidak boleh dilakukan kecuali berbentuk “uang tunai” bukan barang. Jumhur Ulama: membolehkan dengan uang tunai, barang yang bernilai atau yang lainnya.

3. Etika Kerjasama Siddiq dan Amanah
Yang diajarkan Muhammad Saw dalam berbisnis adalah nilai-nilai universal sebagai berikut:[6]
1.      Siddiq (benar, dapat dipercaya)
Termasuk dalam kategori shiddiq diantaranya adalah transparan, akuntabilitas, terbuka, kredibilitas, benar, jujur dan andal. Dalam perpekstif manajemen spiritual, komitmen implementasi shiddiq dalam menyampaikan kebenaran, dari manapun asalnya, harus diberi ruang gerak. Justru disanalah ruh dari martabat entitas bisnis, bahkan dapat menjadi ikon perusahaan, mampu mengangkat citra sebagai entitas bisnis yang pelaku-pelakunya memiliki kredibilitas.
2.      Amanah (menepati janji)
Menurut unsur kejujuran, keadilan, peduli, kesadaran, terpercaya, bertanggung jawab, dan setia kepada komitemen. Dalam lembaga bisnis, amanah mestinya diletakkan sebagai perioritas awal dalam rekrutmen pegawai. Semakin besar tugas, wewenang dan tanggung jawab yang diberikan, semakin ketat keamanahan menjadi syarat promosi. Sejarah membuktikan kehancuran lembaga bisnis utamanya disebabkan hilangnya amanah dari manajer, pekerja, dan pengelola perusahaan.
4. Tujuan dan Manfaat Syirkah (Kerjasama)
            H. Kusnadi (2003) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian kerja sama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut: [7]
a)      Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.
b)      Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
c)      Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.
d)     Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
e)      Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
f)       Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.
Tujuan dan manfaat syirkah yaitu:[8]
1.      Memberikan keuntungan kepada para anggota pemilik modal
2.      Memberikan lapangan kerja kepada para karyawannya
3.      Memberikan bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha syirkah untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dll.

5. Team Work dan Kesuksesan dalam Karir[9]
            Dalam dunia kerja, mustahil seorang diri dapat menggapai kesuksesan tanpa dukungan solid orang-orang lain dibelakangnya. Tentunya sebuah kesuksesan bisa diraih dengan kerja sama tim. Mereka yang telah mencapai sukses   menyadari hal ini.
Dalam satu tim, kita perlu menanamkan dalam diri bahwa kita punya tujuan sama, dengan begitu seluruh angota punya antusias yang tinggi dalam mencapai tujuan bersama. Untuk menyegarkan kembali mengenai pentingnya kerja tim dalam sebuah unit kerja. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah kerja tim.
·         Tahu peran dan tanggung jawabnya
Seluruh anggota tim hendaknya tahu peran dan tanggung jawabnya dengan jelas sehingga anggota tim pun mengetahui kesasaran yang akan dituju. Saluran pendapat juga harus dibuka lebar sehingga mereka tidak merasa takut menyatakan pendapat.
Mereka juga harus diberi kesempatan untuk menunjukan keahliannya, sehingga kontribusi yang diberikannya juga bisa optimal. Sehingga anggota tim harus bisa memberikan kontribusi terbaik untuk mencapai tujuan bersama, dalam hal ini diperlukan kekompakan dan rasa kebersamaan yang kuat antar anggota tim.

·         Menjalin komunikasi yang efektif
Untuk meraih tujuan bersama dalam tim kerja, diperlukan adanya komunikasi yang efektif antar anggota tim. Komunikasi perlu dilakukan secara periodik untuk tujuan monitoring ( misalnya: sudah seberapa jauh tugas diselesaikan) dan koreksi ( misalnya: apakah ada kesalahan yang perlu diperbaiki dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan). Dalam sebuah tim biasanya ada seseorang yang ditunjuk sebagai PO ( Project Officer), yang bertugas untuk menyinambungkan efektifitas kerja tim tersebut.
·         Membagi kekuasaan ( Shared Power)
Dalam tim sebaiknya ada pembagian kekuasaan, sehingga tidak ada anggota tim yang terlalu dominan maupun terlalu pasif. Bisa dibayangkan jika ada anggota “ pemimpin” menunjukan “kekuasaannya” dibidang keahlian dan tanggung jawabnya. Karena tentunya, mereka yang terlibat akan merasa bertanggung jawab terhadap capaian dan kesuksesan yang dijadikan bersama.
·         Menunjukan keahlian
Tim yang terdiri dari anggota-anggota dengan berbagai keahlian akan saling melengkapi (komplementer) untuk mencapai tujuan. Berbagai keahlian yang berbeda tersebut niscaya dapat saling menunjang sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan tugas lebih cepat diselesaikan. Keahlian yang berbeda juga bisa saling memperluas perspektif dan pada akhirnya memperkaya keahlian masing-masing. Jadi setiap anggota tim harus menunjukan keahliannya tapi bukan untuk merasa yang paling dominan dari anggota lainnya.
·         Apresiasi
Tiap anggota yang telah berhasil melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, atau telah memberikan kontribusi positif bagi keuntungan tim, pantas mendapat apresiasi. Tentu saja apresiasi yang diberikan dengan tulus akan lebih terasa dampaknya. Apresiasi bisa menambah semangat anggota tim yang bersangkutan untuk terus memacu prestasinya.
Apresiasi tidak harus diberikan dalam bentuk uang, tapi bisa juga berupa pujian atau pengakuan atas hasil kerja yang baik.
·         Sikap dan pemikiran positif
Kita harus mempunyai sikap dan pemikiran positif. Dengan demikian setiap masalah atau kendala yang dihadapi dalam kerja tim bukan lagi menjadi masalah yang berat. Kesulitan akan terlihat lebih mudah diatasi bila kita telah menanamkan sikap dan pemikiran positif dalam diri setiap anggota tim. Pada dasaranya kesulitan bukanlah masalah yang harus dihindari, tetapi tantangan yang harus ditangani.
·         Keadilan = Resolusi konflik
Dalam mencapai tujuan bersama, mungkin saja terjadi konflik internal dalam tim. Hal ini wajar sebab menyatukan beberapa kepala butuh waktu dan adaptasi yang tidak sebentar. Yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah bagaimana menyikapi konflik dalam tim itu. Konflik yang dikelola dengan baik bisa dijadikan senjata untuk melihat satu masalah dari berbagai aspek yang berbeda sehingga bisa diperoleh cara pandang baru, inovasi baru, atau pun perubahan yang memang diperlukan untuk melaju lebih cepat kearah tujuan.
·         Evaluasi
Evaluasi diperlukan dalam sebuah tim untuk bisa mengetahui seberapa besar yang sudah dicapai dari kinerja tim. Evaluasi bisa dilakukan secara periodik selama proses pencapaian tujuan sedang berlangsung. Ini bisa membantu mendeteksi lebih dini penyimpangan yang sedang terjadi, sehingga bisa segera diperbaiki.





Daftar Pustaka
http:// kerjatim dan kesuksesan dalam karir
Ghazaly, Abdul Rahman. Dkk. 2010. FIQH MUAMALAT. Jakarta: Kencana.
Mardani, “FIQH Ekonomi Syariah”, Jakarta: Kencana, hal. 220
Syafei, Rachmat.2001. FIQIH MUAMALAH.Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Sabiq, Sayyid. 2003. Fiqh Sunnah jilid 4. Jakarta: Kencana
Sumber : http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=250



[1] Abdul Rahman Ghazaly,dkk, “FIQH MUAMALAT”, Jakarta: Kencana, hal. 127
[2] Mardani, “FIQH Ekonomi Syariah”, Jakarta: Kencana, hal. 220
[3] Rachmat Syafei, “FIQIH MUAMALAH”, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, hal. 185
[4] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 4, h. 294
[6] Sumber : http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=250
[8] Mardani, “FIQH Ekonomi Syariah”, Jakarta: Kencana, hal. 226
[9] http:// kerjatim dan kesuksesan dalam karir