Rabu, 22 Mei 2013

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten. Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh waktu yang lama. Lamanya perbaikan ini disebabkan karena masih lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good Corporate Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma pada tahun 2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat mengubah cara mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka untuk lebih transparan dan menciptakan korporat yang sehat. Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan aktivitas bisnis, agar perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya. 

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sajakah yang termasuk kedalam prinsip-prinsip GCG ?
2.      Bagaimana prinsip GCG dalam konsep perbankan?
3.      Apakah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan prinsip GCG pada perbankan?
4.      Bagaimana contoh kasusnya?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PRINSIP GOOD CORPORATE GOOD GOVERNANCE
Ada tuntutan public yang berkembang sejalan dengan semakin maraknya kasus-kasus penyimpangan korporasi yang terjadi di seluruh dunia selama beberapa decade terakhir ini, yaitu agar bisnis dijalankan secara bersih dan bertanggung jawab. Alasannya public melihat bahwa penyimpangan-penyimpangan korporasi  itu seolah telah menjadi corporate culture dunia usaha. Hal ini tentu sangat merugikan semua pihak, termasuk pihak yang tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan perusahaan bersangkutan.
Secara empiris memang terbukti kasus penyimpangan itu tidak hanya mempengaruhi kondisi perusahaan maupun pihak-pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan bersangkutan, tetapi secara makro juga mempengaruhi kondisi perekonomian internasional. Hal ini disebabkan semakin banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai Negara. Penyimpangan di satu  Negara secara langsung akan mempengaruhi perusahaan afiliasinya di Negara lain.
Public pun akan menuntut dunia usaha sebagai pihak yang selalu perperan aktif untuk mewujudkan bisnis yang adil (fairness), transparansi (transpaerancy), akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas (responsibility) ini. Public tetap akan menuntut dunia usaha agar memenuhi kewajiban supaya akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Hingga secara adil dan transpransi public dapat menerima hak sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, mendorong keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas merupakan syarat mutlak untuk menciptakan kehidupan bisnis yang sehat, bersih, dan bertanggung jawab.
1.      Keadilan (fairness)
Keadilan merupakan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perlindungan terhadap hak seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas (minority shareholder), untuk memperoleh informasi secara tepat waktu dan teratur, memberikan suara dalam rapat pemegang saham, memilih direksi dan komisaris, dan pembagian laba perusahaan. Selain itu keadilan juga menekankan pentingnya perlindungan untuk pemegang saham dari berbagai penyimpangan orang dalam perusahaan, misalnya praktek insider trading, self-dealing, keputusan manajer lain yang merugikan kepentingan seluruh pemegang saham, dan konflik kepentingan dalam menetapkan peran dan tanggung jawab dewan komisaris, manajer (direksi) dan komite, termasuk system remunerasi, menyajikan dan mengungkapkan informasi secara wajar. Dalam Al-Qur’an, prinsip fairness ini dijelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 58 :
 اِنَّ اللّٰهَ يَاۡمُرُكُمۡ اَنۡ تُؤَدُّوا الۡاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهۡلِهَا ۙ وَاِذَا حَكَمۡتُمۡ بَيۡنَ النَّاسِ اَنۡ تَحۡكُمُوۡا بِالۡعَدۡلِ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمۡ بِهاِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيۡعًۢا بَصِيۡرًا‏  ﴿۵۸
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisaa:58)
2.      Transparansi
            Transparansi merupakan pengungkapan (disclosure) setiap kebijakan atau aturan yang (akan) diterapkan perusahaan, sebab kepercayaan investor dan efisiensi pasar sangat tergantung dari pengungkapan kinerja perusahaaan secara adil, akurat, dan tepat waktu. Ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan untuk mewujudkan prinsip ini.
a.       Mengembangkan system akuntansi yang berbasis standar akuntansi yang diterima secara umum dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang berkualitas.
b.      Mengembangkan teknologi informasi (information technology) dan system informasai manajemen (management information system) untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh komisaris dan manajer.
c.       Mengembangkan manajemen risiko korporasi (enterprise risk management) untuk memastikan bahwa semua risiko telah diidentifikasi, diukur, dan dapat dikelola pada tingkat yang jelas.
d.      Mengumumkan jabatan yang kosong, agar setiap pihak mengetahuinya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengangkatan pejabat perusahaan dengan cara-cara yang kolutif atau nepotisme.
Dalam hubungannya dengan islam, konsep transparency (keterbukaan informasi) telah diungkapkan oleh Allah dalam potongan ayat berikut:
 يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا تَدَايَنۡتُمۡ بِدَيۡنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكۡتُبُوۡهُ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبٌۢ بِالۡعَدۡلِوَلَا يَاۡبَ كَاتِبٌ اَنۡ يَّكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُفَلۡيَكۡتُبۡ
        “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya…...” (Q.S. Al-Baqarah:282)

3.      Akuntabilitas
            Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas didasarkan pada system internal checks and balances yang mencakup praktik audit yang sehat dan dicapai melalui pengawasan yang efektif yang didasarkan pada keseimbangan kewenangan antara pemegang saham, komisaris, manajer, dan auditor. Ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan untuk mewujudkan prinsip ini, yaitu :
a.       Perusahaan dituntut untuk menyiapkan laporan keuangan pada waktu dan cara yang tepat.
b.      Perusahaan harus mengembangkan komite audit dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan yang dijalankan oleh dewan komisaris.
c.       Perusahaan harus mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi auditor internal sebagai mitra bisnis strategis berdasarkan best practice.
d.      Perusahaan harus menggunakan jasa auditor eksternal yang professional.

4.      Responsibilitas
            Responsibilitas merupakan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku,  termasuk ketentuan mengenai lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan, ketenagakerjaan, larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat, kesehatan dan keselamatan kerja, dan peraturan lain yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Prinsip ini sangat dianggap sebagai suatu perbuatan yang baik dalam islam, sehingga setiap individu dalam perusahaan harus memiliki rasa pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan mereka sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an berikut:
 يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَخُوۡنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوۡلَ وَتَخُوۡنُوۡۤا اَمٰنٰتِكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡن ﴿۲۷َ‏
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)
5.      Independency (kemandirian)
            Independency (kemandirian) yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional  tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan  peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Agar semua prinsip-prinsip tercakup dalam good corporate governance ini dapat berjalan secara efektif maka diperlukan system pengawasan dan pengendalian yang memadai dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Untuk itu setiap perusahaan mempunyai kewajiban untuk membentuk system pengawasan dan pengendalian sesuai aturan yang berlaku untuk mewujudkan kehidupan bisnis yang bersih, sehat dan bertanggung jawab. [1]
Penerapan prinsip GCG tersebut akan meningkatkan kinerja perushaan dan secara signifikan akan mengurangi  upaya rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen  sehingga lebih lanjut dapat meningkatkan performa earning management suatu perusahaan.[2] Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat.
Menurut OECD corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance yang mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk pemegang saham, Dewan Pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholders non-pemegang saham. Dengan pembagian tugas, hak, dan kewajiban serta ketentuan dan prosedur pengambilan keputusan penting, maka perusahaan mempunyai pegangan bagaimana menentukan sasaran usaha (corporate objectives) dan strategi untuk mencapai sasaran tersebut.[3]
B.     APLIKASI  PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) PADA PERBANKAN
Corporate governance yang dalam bahasa indonesia memiliki arti ”tata kelola perusahaan” ini memiliki makna sebagai sebuah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola ini menyangkut hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder), manajemen, dewan direksi dan pihak terkait lainnya.
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang telah dikeluarkan berkaitan dengan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) antara lain peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 yang disempurnakan dengan peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 tentang “Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum”, yang menunjukkan keseriusan Bank Indonesia dalam meminta pengurus perbankan agar taat untuk menerapkan manajemen risiko guna melindungi kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholder). Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang ”highly regulated”.
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dirasakan sangat kuat dalam industri perbankan. Situasi eksternal dan internal yang dialami oleh perbankan semakin kompleks. Risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang sehat atau yang sering dikenal dengan istilah good corporate governance (GCG) di bidang perbankan. Pelaksanaan Good Corporate Governance dalam prinsip-prinsipnya sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu, Bank for International Sattlement (BIS) sebagai lembaga yang mengkaji terus menerus prinsip kehati-hatian yang harus dianut oleh perbankan yang ada diseluruh dunia, telah pula mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Good Corporate Governance(GCG) bagi dunia perbankan secara internasional. Pedoman serupa dikeluarkan pula oleh lembaga-lembaga internasional lainnya. Permasalahan yang terjadi Pada sektor Perbankan diantaranya adalah :
·         Kebobolan kredit fiktif miliaran rupiah. Hal ini bermula dari pengajuan kredit terkait suatu proyek oleh sebuah CV sebesar Rp 9,4 miliar. Namun yang disetujui hanya Rp 4,8 miliar dan dalam proses pembayarannya mengalami kemacetan, kredit macetnya sebesar Rp 3,4 miliar. Belakangan diketahui bahwa surat perintah kerja terkait kredit tersebut ternyata dipalsukan. Nilai proyeknya pun sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengajuan kreditnya, yakni hanya Rp 92 juta. (Sumber : www.kilasberita.com, 22 Juli 2008).
·         Baru-baru ini Komite Pemberantasan Korupsi menemukan kasus aliran uang setoran (fee) di Bank Jabar Banten sebesar Rp 148 miliar ke sejumlah pejabat. Kasus ini mirip dengan kasus Bank Century terutama dalam hal pemberian fee kepada sejumlah pejabat. (Sumber : Harian Ekonomi Neraca, 21 Januari 2010 dan Indonesia Monitor, 19 januari 2010).
·         Korupsi dilakukan mantan Direktur Utama salah satu Bank. Terdakwa dianggap secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah merugikan negara sebesar Rp 51 miliar. Salah satu perbuatannya ialah meminta pimpinan bank anak cabang menyetorkan dana untuk komisi dari modal tetapi tanpa bukti administrasi berupa penerimaan. Perbuatan ini dinilai hakim melawan hukum formil, yakni undang-undang dan perbuatan tercela melawan hukum secara materi. (Sumber : www.liputan6.com. 9 April 2010).
Dari beberapa permasalahan tersebut menunjukan bahwa masih lemahnya pengelolaan risiko dan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) di lingkungan Perbankan.  Permasalahan tersebut bisa menurunkan tingkat kepercayaan nasabah, berpengaruh pada harga saham dan juga pada kepercayaan mitra untuk melakukan transaksi bisnis. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa nama baik perusahaan merupakan salah satu aset yang paling berharga, terlebih lagi untuk industri perbankan yang dasarnya adalah kepercayaan antara penyimpan dana dan penghimpun dana.
Organisasi wajib menerapkan praktik Good Corporate Governance (GCG). Hal ini diperkuat dengan diterbitkannya pedoman umum Good Corporate Governance (GCG) oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang mewajibkan setiap organisasi yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, dan perusahaan-perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap lingkungan untuk menerapkan praktik Good Corporate Governance (GCG). Selain itu, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menerbitkan pedoman Good Corporate Governance (GCG) Perbankan Indonesia yang merupakan pelengkap dan bagian tak terpisahkan dari pedoman umum Good Corporate Governance (GCG). Pedoman ini dimaksudkan sebagai pedoman khusus bagi perbankan untuk memastikan terciptanya bank dan sistem perbankan yang sehat. Good Corporate Governance (GCG) sebagaimana dimuat dalam Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Januari 2004 adalah “suatu tata kelola yang mengandung lima prinsip utama yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness)”.[4]
Pengaturan dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan GCG.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan tingginya tingkat kompleksitas serta risiko bisnis perbankan, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance memandang perlu untuk mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia sebagai pelengkap dan bagian tak terpisahkan dari Pedoman Umum GCG. Perbankan dalam pedoman ini meliputi bank umum dan BPR yang dijalankan secara konvensional maupun syariah. Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip-prinsip GCG. Dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Keterbukaan (Transparency) : Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi bank. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.
Akuntabilitas (Accountability) : Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam pelaksanaan GCG. Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank. Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.
Tanggung Jawab (Responsibility) : Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus : 1) berpegang pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku; dan 2) Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
Independensi (Independency) : Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest). Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan dari pihak manapun.
Kewajaran (Fairness) : Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment). Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.
C.    HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENJALANKAN PRINSIP GCG PADA BANK SYARIAH
Pada tanggal 30 April 2010 ini Bank Indonesia melalui Surat Edarannya memberikan penegasan terhadap PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Melalui PBI ini diatur kegiatan-kegiatan yang menyangkut dengan check and balance yang harus dilakukan bank dan juga menghindari conflict of interest dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan kulaitas pelaksanaan GCG Bank diwajibkan untuk melakukan self assessment secara komprehensif agar kekurangan bisa segera di deteksi. Dan pada akhirnya Bank akan menyerahkan Laporan penerapan GCG ini kepada stakeholder sebagai sebuah bentuk transparansi yang dilakukan oleh manajemen.
Pelaksanaan Good Corporate Government pada industri perbankan Syariah harus berlandaskan kepada lima prinsip dasar GCG dan dalam dunia bisnis serta beberapa paradigma pemikiran pelaku bisnis, ada beberapa kesimpulan mengenai prinsip-prinsip mendasar yang harus dipegang teguh pada penerapan GCG, yaitu ; Keadilan (fairness), Transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), Tanggung jawab (responsbility), moralitas (morality), komitmen (commitment) dan kemandirian. Prinsip-prinsip inilah yang pada akhirnya diintisarikan menjadi sebuah himbauan yang tersirat dalam PBI No. 11 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Dalam ajaran Islam, point-point tersebut diatas menjadi prinsip penting dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim. Islam sangat intens mengajarkan untuk diterapkannya prinsip ’adalah (keadilan), tawazun (keseimbangan), mas’uliyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah (pemenuhan kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi,keterbukaan), hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggungjawab), ihsan (profesional), wasathon (kewajaran), ghirah (militansi syariah), idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah (pengawasan), qiraah dan islah (organisasi yang terus belajar dan melakukan perbaikan). Berdasarkan uraian di atas dapat dipastikan bahwa Islam jauh mendahului kelahiran GCG (Good Coorporate Governance) yang menjadi acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. Prinsip-prinsip itu diharapkan dapat menjaga pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan syari’ah secara profesional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan best practice yang berlaku.
Selain mengatur tata kelola secara mendasar, PBI ini juga mengatur tentang keterkaitan dan tugas serta tanggung jawab yang harus diemban oleh para punggawa syariah compliance, yaitu Dewan Pengawas Syariah. Tugas dan tanggung jawab DPSdilakukan dengan cara, antara lain ; (a) melakukan pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah dan (b) melakukan pengawasan terhadap kegiatan Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah.
Dua hal ini menjadi sebuah point penting dalam penerapan GCG pada Perbankan Syariah, dari sisi manajemen dan tata kelola perusahaan lainnya, semua telah mengacu kepada rule of the games yang telah ada, dan telah diatur dengan kebijakan intern dan juga PBI, sedangkan untuk DPS, hal ini masih baru dan belum terlalu maksimal pengaturannya.
Dewan Pengawas akan sangat berperan dalam menjaga syariah compliance yang berkaitan erat dengan pengelolaan perusahaan dari sisi kebenaran syariah, dan hal ini akan menjadi sangat penting ketika perusahaan akan mengeluarkan produk-produk perbankannya. Sehingga bisa kita simpulkan, selain tata kelola yang baik dari sisi manajemen perusahaan, tata kelola pengawasan dan pengembangan yang dilakukan oleh DPS menjadi tolak ukur mendasar dalam kesuksesan penerapan GCG pada Bank Syariah.
Ditinjau secara yuridis bank syariah bertanggung jawab kepada banyak pihak (stakeholders). Pihak dimaksud antara lain terdiri dari nasabah penabung, pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden, regulator, pegawai perseroan, pemasok serta masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian penerapan GCG merupakan suatu kebutuhan bagi setiap bank syariah. Penerapan GCG merupakan wujud pertanggungjawaban bank syariah kepada masyarakat bahwa suatu bank syariah dikelola dengan baik, profesional dan hati-hati (prudent) dengan tetap berupaya meningkatkan nilai pemegang saham (shareholder's value) tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders lainnya.
Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance oleh sebuah bank, termasuk bank syariah paling tidak harus diwujudkan dalam:
  • Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Dewan Direksi;
  • Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank;
  • Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
  • Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
  • Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
  • Rencana strategis bank;
  • Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.
Khusus untuk meningkatkan pemenuhan prinsip syariah oleh bank paling tidak terdapat dua langkah penting yang perlu ditempuh, yaitu: Pertama, perlunya mengefektifkan aturan dan mekanisme pengakuan (endorsement) dari otoritas fatwa dalam hal ini Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam hal menentukan kehalalan atau kesesuaian produk dan jasa keuangan bank dengan prinsip syariah. Kedua, perlunya mengefektifkan sistem pengawasan yang memantau transaksi keuangan bank sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan. Terkait dengan hal ini permasalahan yang sering muncul adalah masih minimnya ahli yang memiliki pemahaman ilmu fikih dan syariah serta sekaligus memiliki pengetahuan perbankan yang memadai.
Selain itu juga bagi para pemegang otoritas perbankan perlu mengantisipasi munculnya tantangan yang mungkin muncul terkait dengan implementasi GCG Bank Syariah di Indonesia. Untuk saat ini memang sebagian prinsip-prinsip GCG telah dipenuhi oleh bank-bank syariah, misalnya dengan telah dibentuknya aturan hukum dan kelembagaan khusus untuk bank syariah yang mengatur tentang struktur dan organisasi bank syariah, persyaratan pemilik dan pengurus, aturan dan mekanisme fit and proper test, kewajiban bank untuk membentuk satuan kerja audit intern, ketentuan disclosure, standard akutansi, dan penerapan manajemen risiko yang semuanya telah diatur secara detail dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
Sebagai elemen pendukung bagi implementasi prinsip GCG pada bank syariah yakni adanya lembaga-lembaga lain, seperti Dewan Syariah Nasional (DSN), Dewan Pengawas Syariah (DPS), Lembaga Pengaduan Nasabah, Lembaga Mediasi Perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), dan terakhir adanya perluasan kewenangan yang dimiliki oleh pengadilan agama dalam hal memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Seperti halnya yang dilakukan perbankan syariah pada saat ini. Para penulis etika perbankan seringkali menjelaskan pentingnya memahami prinsip etika perbankan. Prinsip tersebut adalah[5] :
1.      Prinsip kepatuhan peraturan
2.      Prinsip kerahasiaan
3.      Prinsip kebenaran pencatatan
4.      Prinsip kesehatan persaingan
5.      Prinsip kejujuran wewenang
6.      Prinsip keselarasan kepentingan
7.      Prinsip keterbatasan keterangan
8.      Prinsip kehormatan profesi
9.      Prinsip pertanggungjawaban sosial
10.  Prinsip persamaan perlakuan

Prinsip-prinsip yang mengemukakan dengan jelas tentang keadilan, saling membantu, bebas izin dan kejujuran pada bagian pihak-pihak untuk sebuah kontrak, menghindari kecurangan, salah tafsir dan keliru menyatakan fakta juga membicarakan ketidakadilan atau kesewenang-wenangan, memberikan dasar-dasar bagi kontrak yang sah.
            Norma-norma ini berkaitan dengan tanggung jawab manusia dihadapan Allah Swt. dan memiliki implikasi yang berbeda dengan norma-norma etika bisnis arus besar. Islam mengajarkan keyakinan tentang hari kemudian, yang mengharuskan manusia dilarang merebut hak orang lain. Hal yang menjadi prinsip syariah, bahwa meski Allah Swt mungkin mengampuni kesalahan yang dilakukan terhadap hak-Nya (lalai beribadah misalnya), Dia tidak mengampuni kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap sesamanya atau bahkan kepada makhluk lainnya. Jadi, memberikan hak yang semestinya kepada sesama manusia adalah prinsip terpenting sistem etika islam. Beberapa elemen pendorong seperti kebajikan, membersihkan pendapatan, transparansi dan keterbukaan yang wajar, dokumentasi transaksi, mengarah pada ketepatan hak dan tanggung jawab para pihak dan etika komprehensif yang mengharuskan kepedulian kepada sesama, juga merupakan bagian dari keranga norma bisnis islami.[6]

Bagan Kegiatan Usaha dan Produk-produk  Bank Syariah[7]
D.    CONTOH KASUS : PENERAPAN PRINSIP GCG PADA BANK SYARIAH MANDIRI
Sebagai perusahaan go public, implementasi good corporate governance(GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, merupakan kebutuhan mutlak bagi Bank Syariah Mandiri. Selain untuk menjaga kesinambungan bisnis Bank Syariah Mandiri dalam jangka panjang, pengimplementasian GCG juga mutlak harus dilakukan dalam rangka pemenuhan hak dan tanggungjawab Bank Syariah Mandiri kepada seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham  minoritas yang dikuasi masyarakat berdasarkan 5 (lima) prinsip dasar GCG, yakni transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan sesuai dengan anggaran dasar perusahaan. Bank Syariah Mandiri sangat menyadari bahwa GCG merupakan perangkat utama yang mengatur dan  mengarahkan kegiatan perusahaan dalam tata hubungan antara karyawan, Direksi, Dewan Komisaris,pemegang saham, dan para pemangku kepen tingan (stakeholders) lainnya. Dengan demikian, bagi Bank Syariah Mandiri, pemenuhan prinsip-prinsip GCG merupakan bagian untuk membangun fondasi bisnis yang sehat. Untuk mengupayakan sistem perbankan yang sehat dan kuat sebagaimana komitmen Dewan Komisaris dan Direksi, Bank Syariah Mandiri berkeyakinan bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan salah satu prasyarat mutlak dalam proses transformasi tersebut. Seiring dengan berkembangnya bisnis bank dan perubahan-perubahan dalam bisnis perbankan baik secara nasional maupun global, dan persaingan yang semakin ketat pada industri perbankan, maka Bank Syariah Mandiri harus menyiapkan antisipasi melalui perbaikan dan penyesuaian secara terus menerus. Dengan demikian, Bank Syariah Mandiri dapat menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan mampu memberikan nilai tambah bagi Bank Syariah Mandiri dan sistem perbankan secara keseluruhan.
Implementasi BSM telah memperoleh pengakuan dari banyak pihak eksternal baik dari lokal maupun internasional. Hal ini, sebagai wujud apresiasi/kepercayaan masyarakat terhadap komitmen tinggi seluruh insan Bank dalam pengelolaan tata kelola perusahaan yang baik. Selama tahun 2011, BSM telah berhasil meraih penghargaan. Penghargaan prestisius yang diraih oleh Bank atas penyusunan Laporan Tahunan 2010 dengan predikat Juara Pertama untuk kategori Swasta Keuangan Non Listed. Salah satu aspek penilaian yang memiliki porsi penilaian tertinggi adalah aspek tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Optimalisasi penerapan GCG BSM terus dilakukan dengan penguatan infrastruktur untuk mencapai praktik terbaik, pengujian keandalan serta penyesuaian sistem dan prosedur sesuai dengan perkembangan bisnis dan regulasi/ketentuan perbankan syariah untuk mendukung pelaksanaan GCG yang semakin efektif.
Pada hakekatnya optimalisasi dan pengembangan prinsip-prinsip GCG yang diterapkan BSM mencakup empat asas, yaitu[8] :
1.      Transparansi (Transparency)
a.       Pengelolaan Homepage
b.      Penggunaan sarana intranet dan forum doa pagi setiap Senin untuk seluruh jajaran BSM
c.       Pengembangan Tim Mrdiasi Perbankan BSM
d.      Publikasi Laporan Keuangan & Self Assessment Pelaksanaan GCG pada media masa, Annual Report dan Homepage Bank
e.       Publikasi laporan keuangan dan perhitungan bagi hasil secara berkala melalui brosur/leaflet untuk naabah
f.       Pengungkapan remunerasi pengurus BSM dalam laporan GCG
g.      Tata tertib kerja bagi anggota Dewan Komisaris dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS)
h.      Updating ketentuan internal dalam Bank SE di intranet yang dapat diakses seluruh jajaran BSM
i.        Pengungkapan internal fraud > 100 juta dalam laporan GCG
Hambatan prinsip ini adalah adanya Internal Fraud dan Benturan Kepentingan yang dilakukan Pegawai dan Direksi Bank Syariah Mandiri sendiri. Hambatan ini terjadi karena belum mengakarnya sistem keterbukaan informasi dan sistem kepatuhan pada lingkungan pegawai dan Direksi BSM.
2.      Akuntabilitas (Accountability)
a.       Pelaksanaan RUPS (Tahunan dan Luar Biasa)
b.      Rapat-rapat internal pengurus, komite-komite Pejabat Eksekutif dan pihak terkait
c.       Penerapan Balanced Scorecard (BSC) untuk pengelolaan kinerja
d.      Cost Efficiency di seluruh unit kerja
e.       Penilaian bulanan dan triwulan melalui monitoring relisasi Rencana Bisnis Bank (RBB) untuk tingkat unit kerja Kantor Pusat dan Cabang
f.       Performance contract dan performance Appraisal untuk seluruh pegawai
g.      Pembinaan unit kerja BSM sesuai kinerjanya setiap hari Senin pagi
Hambatan pada prinsip ini terdapat pada peran Dewan Pengawas Syariah :
1)      Apakah Pengawas yang dilakukan DPS sudah dilakukan secara objektif berdasarkan bukti-bukti otentik dan rasional, mengungkapkan fakta yang relevan dengan pelaksanaan pekerjaan, terhindar dari prasangka subjektif atau memihak tanpa bukti dan data yang valid?
2)      Apakah pengawasan oleh DPS sudah bersifat independen artinya dalam proses dan praktik tidak terjadi pemihakan atau pengaruh lain yang disebabkan adanya faktor x?
3)      Apakah pengawasan yang dilakukan DPS dilakukan secara sistemik mengikuti alur manajemen pengawasan sehingga akan dihasilkan hasil pengawasan yang maksimal?

3.      Tanggungjawab (Responsibility)
a.       Penerbitan Risk Opinion, Compliance Review, Compliance Opinion/Note
b.      Keputusan Komite Sisdur (KKS) untuk penerbitan ketentuan internal dan Komite Mnajemen Risiko (KMR)
c.       Penggunaan  jasa Appraisal eksternal, Auditor Eksternal untuk pemeriksaan/audit laporan keuangan
d.      Pemeriksaan dari Bank Mandiri, SKAI-BSM
e.       Penguatan Satuan Kerja Kepatuhan dan Manajemen Risiko  
f.       Penyelenggaraan tender melalui Tim Pengadaan dan Pengendalian Barang dan Jasa (TPPBJ)
g.      Pemutakhiran daftar rekanan, Appraisal, Notaris, Auditor Eksternal
h.      Penunjukan Komisaris dan Pihak Independen dalam Komite-Komite
i.        Peningkatan kualitas (skill) pegawai Bank
j.        Kompetensi pegawai sesuai Job Description masing-masing.
Hambatan dalam pelaksanaan prinsip ini adalah disebabkan karena faktor kepercayaan masyarakat sendiri yang kurang kepada Bank Syariah. Sebagian masyarakat banyak yang tidak percaya alias tidak yakin kalau zakatnya akan sampai kepada mustahik jika disalurkan lewat lembaga pengelola zakat. Padahal saat ini Bank Syariah Mandiri dan banyak lembaga pengelola zakat yang lain sudah mengelola zakat dengan modern dan profesional termasuk dengan rutin melakukan audit melalui lembaga independen dan memberikan laporan terbuka kepada masyarakat- hingga tidak ada alasan untuk tidak percaya
4.      Keadilan (Fairness)
a.       Implmentasi Human Capital Strategy
b.      Pemberian reward pegawai a.l. Tunjangan Prestasi Unit Kerja (TPUK) triwulan, insentif dan bonus
c.       Penerapan sanksi bagi pegawai yang melanggar disiplin berupa pembinaan, peringatan (SP1. SP2, SP3) dan PHK bagi karyawan bermasalah (fraud)
d.      Mutasi, promosi/rotasi/demosi pegawai dan pejabat unit kerja
e.       Pemberian apresiasi berupa penghargaan hadiah bagi pegawai cabang yang berprestaasi
f.       Pelaksanaan program screening pegawai baru, terutama terkait hubungan keluarga
g.      Penyelenggaraan tender a.l. Program Assessment Center Pegawai
h.      Equal treatment kepada stackholders
Hambatan pada prinsip ini adalah pada Human Capital Strategy. Dapat dilihat dari Sumber Daya Manusia Bank Syariah sendiri dikarenakan masih banyak praktisi bank syariah yang belum memahami ekonomi syariah dan fiqh muamalah ekonomi. Banyak petinggi perbankan syariah tampaknya tidak begitu peduli akan realitas minimnya pengetahuan kesyariahan para karyawan bank syariah.















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Good Corporate governance yang dalam bahasa indonesia memiliki arti ” tata kelola perusahaan” ini memiliki makna sebagai sebuah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan  institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola ini menyangkut hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder), manajemen, dewan direksi dan pihak terkait lainnya. Pada tanggal 30 April 2010 ini Bank Indonesia melalui Surat Edarannya memberikan penegasan terhadap PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Melalui PBI ini diatur kegiatan-kegiatan yang menyangkut dengan check and balance yang harus dilakukan bank dan juga menghindari conflict of interest dalam melaksanakan tugas.
Dalam dunia bisnis dan beberapa paradigma pemikiran pelaku bisnis, ada beberapa kesimpulan mengenai prinsip-prinsip mendasar yang harus dipegang teguh pada penerapan GCG, yaitu ; Keadilan (fairness), Transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), Tanggung jawab (responsbility), moralitas (morality), komitmen (commitment) dan kemandirian. Prinsip-prinsip inilah yang pada akhirnya diintisarikan menjadi sebuah himbauan yang tersirat dalam PBI No. 11 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
B.     SARAN
Karya yang penulis susun ini bukanlah karya yang sempurna tapi sesuatu yang lahir dari kerja keras. Tentunya hasil kerja keras penulis bukan tanpa kekurangan. Maka penulis senantiasa mengharapkan masukan dan kritikan Bapak Dosen Pembimbing, rekan-rekan pembaca, dan mudah-mudahan rekan-rekan semua dapat menggali terus potensi yang kita miliki agar kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dari “Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance “ yang tentunya dengan izin Allah SWT. Mudah-mudahan dengan terciptanya makalah ini, khususnya bagi penulis dan umumnya untuk para pembaca bisa mengembangkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip good corporate governance dalam Alquran serta implementasinya pada dunia perbankan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim
Fadhil,  Nur Ahmad Lubis dan Azhari Akmal Tarigan, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta : Hijri Pustaka Umum, 2001

Farouk, Peri Umar, Perspektif Hukum Positif atas Kelembagaan, Operasional, dan Pengembangan Produk Perbankan Syariah, Makalah pada Pelatihan Aspek Legal Perbankan Syariah, diselenggarakan, Yogyakarta : Bagian Hukum Islam dan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, 2006

Good Corporate Governance Perbankan Indonesia KNKCG, 2004

http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=1933 diakses pada 10/04/2013

Moeljono, Djokosantoso, Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporte Governance, Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, 2005

Rivai, Veithzal, dkk, Islamic Business and Economic Ethics:Mengacu pada al-Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2012

Sulistyanto, Sri. Manajemen Laba : Teori dan Model Empiris, Jakarta: Grasindo, 2007






[1] Sri Sulistyanto, Manajemen Laba : Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2007) h.138-140
[2] Djokosantoso Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporte Governance (Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2005), h.28
[4] Good Corporate Governance Perbankan Indonesia KNKCG, 2004
[5] Nur Ahmad Fadhil Lubis dan Azhari Akmal Tarigan, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta : Hijri Pustaka Umum, 2001), h. 188-189
[6] Veithzal Rivai, dkk, Islamic Business and Economic Ethics:Mengacu pada al-Qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2012), h.397-398
[7] Peri Umar Farouk, Perspektif Hukum Positif atas Kelembagaan, Operasional, dan Pengembangan Produk Perbankan Syariah, Makalah pada Pelatihan Aspek Legal Perbankan Syariah, diselenggarakan Bagian Hukum Islam dan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2006
[8] http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=1933 diakses pada 10/04/2013

6 komentar: