A. DEFINISI PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata
permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca di
atmosfer. Menurut Budianto (2000:195) Perubahan iklim global sebagai peristiwa naiknya intensitas
efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap
sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi.
Sedangkan IPCC (2001) menyatakan bahwa climate change
refers to a statistically significant variation in either the mean state of the
climate or in its variability, persisting for an extended period (typically
decades or longer). Selain itu diperjelas juga bahwa climate change may
be due to natural internal processes or external forcings, or to persistent anthropogenic
changes in the composition of the atmosphere or in land use.
Kementerian Lingkungan Hidup (2001:1) mendefinisikan
perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain; suhu dan distribusi curah hujan
yang membawa dampak luas terhadap berbagai sector kehidupan manusia. Perubahan
fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang.
LAPAN (2002;1) mendefinisikan perubahan iklim adalah
perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah
tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim
dengan acuan wilayah Bumi secara keseluruhan.
Definisi yang umumnya diterima adalah berdasarkan pasal 1
Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang menyatakan :
“Climate change means a change of climate which is
attributed directly or inderictly to human activities that alters the
composition of the global atmosphere and which is in addition to natural
climate variability observed over comparable time periods.”
Atau
diterjemahkan :
“Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan
variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan”.[1]
Global warming is the rise in the average temperature of
Earth's atmosphere and oceans since the late 19th century and its projected
continuation. Since the early 20th century, Earth's mean surface temperature
has increased by about 0.8 °C (1.4 °F), with about two-thirds of the increase
occurring since 1980.
Warming of the climate system is unequivocal, and
scientists are more than 90% certain that it is primarily caused by increasing
concentrations of greenhouse gases produced by human activities such as the
burning of fossil fuels and deforestation. These findings are recognized by the
national science academies of all major industrialized nations.
Climate model projections were summarized in the 2007
Fourth Assessment Report (AR4) by the Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC). They indicated that during the 21st century the global surface
temperature is likely to rise a further 1.1 to 2.9 °C (2 to 5.2 °F change) for
their lowest emissions scenario and 2.4 to 6.4 °C (4.3 to 11.5 °F change) for
their highest. The ranges of these estimates arise from the use of models with
differing sensitivity to greenhouse gas concentrations.
Future climate change and associated impacts will vary
from region to region around the globe. The effects of an increase in global
temperature include a rise in sea levels and a change in the amount and pattern
of precipitation, as well a probable expansion of subtropical deserts. Warming
is expected to be strongest in the Arctic and would be associated with the
continuing retreat of glaciers, permafrost and sea ice. Other likely effects of
the warming include a more frequent occurrence of extreme weather events
including heat waves, droughts and heavy rainfall, ocean acidification and
species extinctions due to shifting temperature regimes. Effects significant to
humans include the threat to food security from decreasing crop yields and the loss
of habitat from inundation.
Proposed policy responses to global warming include
mitigation by emissions reduction, adaptation to its effects, and possible
future geoengineering. Most countries are parties to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), whose ultimate objective is to
prevent dangerous anthropogenic (i.e., human-induced) climate change. Parties
to the UNFCCC have adopted a range of policies designed to reduce greenhouse gas
emissions and to assist in adaptation to global warming. Parties to the UNFCCC
have agreed that deep cuts in emissions are required, and that future global
warming should be limited to below 2.0 °C (3.6 °F) relative to the
pre-industrial level.[2]
B. Dampak Global warming (Pemanasan
Global)
Indonesia mulai merasakan dampak pemanasan
global (global
warming) yang
dibuktikan dari berbagai perubahan iklim maupun bencana alam yang terjadi. "Sudah banyak
ditemukan dampak pemanasan global di
Indonesia," kata koordinator kampanye bidang iklim dan energi World
Wild Fund (WWF) Indonesia, Verena Puspawardhani di Banda Aceh.
Dampak pemanasan
global (perubahan Iklim) itu di antaranya, terjadinya perubahan musim di mana musim
kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air
bersih dan kebakaran hutan. Dampak lainnya yaitu hilangnya berbagai jenis flora dan fauna
khususnya di Indonesia yang memiliki aneka ragam jenis seperti pemutihan karang
seluas 30 persen atau sebanyak 90-95 persen karang mati di Kepulauan Seribu
akibat naiknya suhu air laut.
"Pemanasan global juga memicu
meningkatnya kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah. setiap
tahunnya di Indonesia semakin banyak pasien penderita penyakit ini," kata
Verena. Selain itu,
penelitian dari Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan, Februari 2007
merupakan periode dengan intensitas curah hujan tertinggi selama 30 tahun
terakhir di Indonesia. Hal ini menandakan perubahan iklim yang disebabkan
pemanasan global. Indonesia yang terletak di garis equator, merupakan negara yang pertama sekali akan merasakan dampak
perubahan iklim. Dampak tersebut telah dirasakan yaitu pada 1998 menjadi tahun
dengan suhu udara terpanas dan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Diperkirakan pada
2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan
sebanyak 2.000 dari 18 ribu pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya
air laut.
Perubahan iklim yang disebabkan pemanasan
global telah menjadi isu besar di dunia. Mencairnya es kutub utara dan kutub
selatan yang akan menyebabkan kepunahan habitat di sana merupakan bukti dari
pemanasan global. Pemanasan global disebabkan oleh kegiatan manusia
yang mengasilkan emisi gas rumah kaca dari industri, kendaraan bermotor,
pembangkit listrik bahkan menggunaan listrik berlebihan. "Karena itu
yang harus dilakukan untuk mengatasi ancaman pemanasan global adalah melakukan
penghematan energi listrik, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,
menghentikan penebangan dan pembakaran hutan," katanya. Verena menambahkan,
pemerintah harus didesak untuk menggunakan energi terbarukan seperti matahari,
air, dan angin yang lebih ramah lingkungan.
Dampak global warming lainnya adalah:
1. Kenaikan permukaan
air laut di seluruh dunia.
Para ilmuwan memprediksi kenaikan permukaan
air laut di seluruh dunia karena mencairnya dua lapisan es raksasa di Antartika
dan Greenland, terutama di pantai timur AS. Namun, banyak negara di seluruh
dunia akan mengalami dampak naiknya permukaan air laut, yang bisa memaksa
jutaan orang untuk mencari pemukiman baru. Maladewa adalah salah satu negara
yang perlu mencari rumah baru akibat naiknya permukaan laut.
2. Korban akibat topan
badai yang semakin meningkat.
Tingkat keparahan badai seperti angin topan
dan badai semakin meningkat, dan penelitian yang dipublikasikan dalam Nature mengatakan: "Para ilmuwan
menunjukan bukti yang kuat bahwa pemanasan global
secara signifikan akan meningkatkan intensitas badai yang paling ekstrim di
seluruh dunia. Kecepatan angin maksimum dari siklon tropis terkuat meningkat
secara signifikan sejak tahun 1981. Hal tersebut
diperkirakan didorong oleh suhu air laut yang semakin meningkat, tidak mungkin
mengalami penurunan dalam waktu dekat. "
3.
Gagal panen besar-besaran.
Menurut penelitian terbaru, sekitar 3 miliar orang di seluruh
dunia harus memilih untuk pindah ke wilayah beriklim sedang karena
kemungkinan adanya ancaman kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun. "Perubahan
iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada pasokan air. "Kekurangan
air di masa depan kemungkinan akan mengancam produksi pangan, mengurangi
sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi dan kerusakan ekosistem. Hal ini
menyebabkan perubahan suasana lebih ekstrim antara banjir dan kekeringan."
Menurut Guardian, pemanasan global menyebabkan 300.000
kematian per tahun.
4. Kepunahan sejumlah
besar spesies.
Menurut penelitian yang dipublikasikan
dalam Nature, peningkatan suhu dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta
spesies. Dan karena kita tidak bisa hidup sendirian tanpa ragam populasi
spesies di Bumi, ini akan membawa dampak buruk bagi manusia. "Perubahan
iklim sekarang ini setidaknya sama besarnya dengan ancaman terhadap jumlah
spesies yang masih hidup di Bumi akibat penghancuran dan perubahan
habitat." Demikian pendapat Chris Thomas, konservasi biologi dari
University of Leeds.
5. Hilangnya terumbu
karang.
Sebuah laporan tentang terumbu karang dari WWF mengatakan
bahwa dalam skenario terburuk, populasi karang akan runtuh pada tahun 2100
karena suhu dan keasaman laut meningkat. 'Pemutihan' karang akibat kenaikan
suhu laut yang terus-menerus sangat berbahaya bagi ekosistem laut, dan banyak
spesies lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang untuk kelangsungan hidup
mereka. "Meskipun
luasnya lautan 71 persen dari permukaan bumi dengan kedalaman rata-rata hampir
4 km, ada indikasi bahwa hal ini mendekati titik kritis.
Bagi terumbu karang, pemanasan dan pengasaman air mengancam hilangnya ekosistem
global. Jadi diperlukan upaya yang besar untuk menyelamatkan terumbu karang
dari kepunahan.[3]
C.
Global Warming Solutions
The evidence
that humans are causing global warming is strong, but the question of what to
do about it remains controversial. Economics, sociology, and politics are all
important factors in planning for the future.
Even if we
stopped emitting greenhouse gases (GHGs) today, the Earth would still warm by
another degree Fahrenheit or so. But what we do from today forward makes a big
difference. Depending on our choices, scientists predict that the Earth
could eventually warm by as little as 2.5 degrees or as much as 10 degrees
Fahrenheit.
A commonly
cited goal is to stabilize GHG concentrations around 450-550 parts per million
(ppm), or about twice pre-industrial levels. This is the point at which many
believe the most damaging impacts of climate change can be avoided.
Current concentrations are about 380 ppm, which means there isn't much time to
lose. According to the IPCC, we'd have to reduce GHG emissions by 50% to
80% of what they're on track to be in the next century to reach this level.
Is this possible?
Many people
and governments are already working hard to cut greenhouse gases, and everyone
can help.
Researchers
Stephen Pacala and Robert Socolow at Princeton University have suggested one
approach that they call "stabilization wedges." This means reducing
GHG emissions from a variety of sources with technologies available in the next
few decades, rather than relying on an enormous change in a single area.
They suggest 7 wedges that could each reduce emissions, and all of them
together could hold emissions at approximately current levels for the next 50
years, putting us on a potential path to stabilize around 500 ppm.
There are
many possible wedges, including improvements to energy efficiency and vehicle
fuel economy (so less energy has to be produced), and increases in wind and
solar power, hydrogen produced from renewable sources, biofuels (produced from
crops), natural gas, and nuclear power. There is also the potential to
capture the carbon dioxide emitted from fossil fuels and store it underground—a
process called "carbon sequestration."
In addition
to reducing the gases we emit to the atmosphere, we can also increase the
amount of gases we take out of the atmosphere. Plants and trees absorb
CO2 as they grow, "sequestering" carbon naturally. Increasing
forestlands and making changes to the way we farm could increase the amount of
carbon we're storing.
Some of these
technologies have drawbacks, and different communities will make different
decisions about how to power their lives, but the good news is that there are a
variety of options to put us on a path toward a stable climate.[4]
D.
Bagaimana Cara Mengatasi Pemanasan Global
1.
Jangan menebang pohon sembarangan
Pohon merupakan
penghasil gas O2 (oksigen) terbesar di dunia. setiap hari kita bernafas
membutuhkan Oksigen,dan pohon-pohonlah yang setiap harinya menyediakan oksigen
untuk kita. Semakin sdikit pohon akan menyebabkan gas CO2 (karbon dioksida)
bisa dengan leluasa berkeliaran dan akhirnya membuat bumi semakin panas.
Terlepas dari itu kita bernafas menggunakan oksigen tanpa adanya oksigen
mungkin kita tidak akan bisa hidup sampai sekarang.
2. Kurangi
menggunakan kendaraan pribadi
Banyaknya
pemakaian kendaraan pribadi akan menyebabkan borosnya penggunaan bahan bakar.
Kita semua tau bahwa setiap kendaraan berbahan bakar minyak akan mengeluarkan
gas pembuangan berupa CO2 dan CO, gas-gas ini bila dalam jumlah yang besar
dapat menimbulkan efek gas rumah kaca yang akhirnya membuat terjadinya global
warming semakin parah. Selama anda masih bisa untuk menggunakan kendaraan umum
gunakanlah kendaraan umum, hanya gunakan kendaraan pribadi saat anda memang
benar-benar membutuhkannya.
3. Beralih
dari kendaraan berbahan bakar minyak dengan kendaraan berbahan bakar alami dan
ramah lingkungan.
Kendaraan
dengan bahan bakar yang ramah lingkungan misalnya adalah kendaraan dengan bahan
bakar listrik. Listrik selain harganya lebih murah ternyata juga lebih ramah
terhadap lingkungan jika dibanding dengan bahan bakar minyak. Dengan
menggunakan kendaraan berbahan bakar listrik anda tak perlu lagi risau saat
harga BBM (Bahan bakar Minyak) naik.
4. Mematikan
lampu di siang hari
Saat
bepergian ke daerah PLN saya sering sekali melihat sebuah poster dengan tulisan
"Kunang-kunang aja kalau siang matiin lampu". Masa kita mau kalah
sama kunang-kunang? Matikan lampu disaat siang hari, meskipun anda sanggup
untuk membayar tagihan listriknya namun kepedulian akan lingkungan juga
sangatlah penting.
5. Menggunakan
lampu hemat energy
lampu
hemat energi sangat beragam jenisnya, ada lampu energi dengan bentuk XL seperti
Philip. Akhir-akhir ini muncul lagi lampu hemat energi terbarukan yang
pembuatannya berasal dari gabungan lampu LED (Light Emiting Diode). Lampu hemat
energi sejenis LED akan mampu menghemat energi bahkan lebih dari 60% sehingga
kebutuhan energi dalam negeri akan bisa tercukupi. Selain itu penggunaan energi
yang berlebihan juga akan menimbulkan terjadinya pemanasan global. Sekarang
kita bayangkan, di Indonesia masih banyak pembangkit listrik tenaga batubara.
Jika kita menggunakan energi secara boros tentu saja pembakaran batubara akan
semakin banyak, namun jika kita bisa berhemat maka pembakaran batubara bisa di
hemat pula. Pembakaran batubara ternyata juga menyumbangkan gas penyebab Global
warming yang sangat besar.
6. Melakukan
Reboisasi (penanaman kembali hutan gundul)
Banyak
tindakan yang telah dilakukan manusia seperti merusak hutan hanya untuk mencari
keuntungan sesaat. Tanpa disadari hutan yang fungsinya sangatlah fital bagi
manusia setiap harinya terus dirusak oleh sebagian manusia yang tidak
bertanggung jawab. Solusinya adalah dengan menegaskan perundangan tentang
perhutanan dan melakukan Reboisasi terhadap hutan yang sudah gundul. Selain
aksi dari penebangan hutan secara liar hutan gundul juga bisa disebabkan karena
kebakaran dan tanah longsor. Selain bisa mencegah terjadinya Global Warming
hutan juga bisa mencegah terjadinya banjir, tanah longsor dan akan menjadikan
suhu menjadi sejuk dan segar.
7. Tanmalah
Pohon di Pekarangan rumah anda
Anda
memiliki rumah dengan pekarangan yang tidak digunakan? Manfaatkanlah pekarangan
tersebut untuk menanam berbagai macam tanaman. Anda tak harus menanam pohon
jati atau mahoni, anda bisa menanam tanaman hias atau tanaman lain yang
memiliki daun hijau serta memiliki potensi untuk bisa menghasilkan oksigen.
Bayangkan jika semua masyarakat melakukan hal yang serupa maka kebutuhan akan
oksigen akan sedikit demi sedikit terpenuhi.
8. Membangun
rumah dengan fentilasi yang cukup
Rumah
merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, dengan rumah kita bisa hidup
dengan tenang dan damai. Saat membangun rumah harap perhatikan fentilasi dan
tata cahaya yang tepat. Jangan sampai anda malam hari harus menyalakan AC
karena alasan panas dan fentilasi yang kurang. Saat siang hari pula desainlah
rumah anda agar bisa terang tanpa harus menghidupkan lampu dan desain pula agar
sejuk tanpa harus menghidupkan AC atau kipas angin.
Global
warming yang saat ini terjadi bukan terjadi begitu saja. Semua ini ada
alasannya dan kitalah yang seharusnya mencari apa alasan dari Global warming,
bagaimana cara menghentikannya dan bagaimana cara mencegahnya agar tidak lagi
terulang di masa depan. Manusia telah menyebabkan jumlah karbondioksida
meningkat, padahal dari hari-kehari jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon
dioksida semakin berkurang. Ibaratnya kita menambah jumlah karbondioksida namun
kita mengurangi bahan yang bisa menghilangkan karbondioksida. Mulailah dari
sekarang atau tidak pernah sama sekali, tanam pepohonan disekitar rumah anda
dan hematlah energi selagi anda bisa berhemat karena tiba kalanya energi itu
mahal dan tidak bisa di hemat. [5]
Daftar Pustaka:
[1] http://astriani.wordpress.com/2009/01/22/definisi-pemanasan-global/ diakses pada tanggal 13 september
2013
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Global_warming/ diakses pada tanggal 13 september 2013
[3] http://ahmadlegowo.blogspot.com/2013/06/dampak-global-warming-pemanasan-global.html/ diakses pada tanggal 13 september 2013
[4] http://environment.nationalgeographic.com/environment/global-warming/gw-solutions/ diakses pada tanggal 13 september
2013
[5] http://www.miung.com/2013/04/pengertian-dan-cara-mengatasi-global.html diakses pada tanggal 13 september
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar