Kutipan
adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang penulis, baik yang terdapat
dalam buku, majalah, koran, dan sumber lainnya, ataupun berasal dari ucapan
seorang tokoh. Kutipan digunakan untuk mendukung argumentasi penulis.
Namun,
penulis jangan sampai menyusun tulisan yang hanya berisi kumpulan kutipan.
Kerangka karangan, kesimpulan, dan ide dasar harus tetap pendapat penulis
pribadi, kutipan berfungsi untuk menunjang/mendukung pendapat tersebut. Selain
itu, seorang penulis sebaiknya tidak melakukan pengutipan yang terlalu panjang,
misalkan sampai satu halaman atau lebih, hingga pembaca lupa bahwa apa yang
dibacanya adalah kutipan. Kutipan dilakukan seperlunya saja sehingga tidak
merusak alur tulisan.
Kutipan
juga bisa diambil dari pernyataan lisan dalam sebuah wawancara, ceramah,
ataupun pidato. Namun, kutipan dari pernyataan lisan ini harus dikonfirmasikan
dulu kepada narasumbernya sebelum dicantumkan dalam tulisan.
Terdapat
dua jenis kutipan:
a. Kutipan langsung, apabila penulis mengambil pendapat orang
lain secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat, sesuai teks asli,
tidak mengadakan perubahan sama sekali.
b. Kutipan tidak langsung, apabila penulis mengambil pendapat orang
lain dengan menguraikan inti sari pendapat tersebut, susunan kalimat sesuai
dengan gaya bahasa penulis sendiri.
B. Sumber Kutipan (Referensi)
Salah satu
karakter utama tulisan ilmiah adalah referensial, menunjukkan bahwa
argumen-argumen yang diajukan dilandasi oleh teori atau konsep tertentu,
sekaligus menunjukkan kejujuran intelektual dengan mencantumkan sumber kutipan
(referensi) yang digunakan. Dalam praktik penulisan, setiap kali penulis
mengutip pendapat orang lain, baik dari buku, majalah, ataupun wawancara,
setelah kutipan itu harus dicantumkan sumber kutipan (buku, majalah, atau
koran) yang digunakan.
Secara
mendasar, pencantuman sumber kutipan ini mempunyai fungsi sebagai:
1. Menyusun pembuktian (etika kejujuran dan
keterbukaan ilmiah).
2. Menyatakan penghargaan kepada penulis yang
dikutip (etika hak cipta intelektual).
Terdapat
dua model pencantuman referensi:
a. Catatan tubuh (bodynote), dilakukan ketika penulis mencantumkan
sumber kutipan langsung setelah selesainya sebuah kutipan dengan menggunakan
tanda kurung.
b. Catatan kaki (footnote), dilakukan apabila penulis mencantumkan
nomor indeks di akhir sebuah kutipan, lalu di bagian bawah halaman tersebut
(bagian kaki halaman) terdapat keterangan nomor indeks yang menjelaskan sumber
kutipan tersebut.
Sebuah
tulisan ilmiah harus menggunakan salah satu jenis penulisan referensi tersebut,
serta harus konsisten dengan jenis tersebut. Artinya, ketika sebuah tulisan
menggunakan bodynote, maka seluruh referensi dari awal hingga akhir
tulisan harus menggunakan bodynote. Atau, jika seorang penulis
menggunakan catatan kaki, sejak awal hingga akhir tulisan, penulis harus
menggunakan catatan kaki untuk menuliskan referensinya.
C. Teknik Menggunakan Catatan Kaki
Catatan
kaki mempunyai kelebihan dibandingkan dengan catatan tubuh, yaitu:
1). Catatan kaki mampu menunjukkan sumber
referensi dengan lebih lengkap. Dalam cacatan tubuh, yang ditampilkan hanya
nama pengarang, tahun terbit buku, serta halaman buku yang dikutip. Dalam
catatan kaki, nama pengarang, judul buku, tahun terbit, nama penerbit, dan halaman
dapat dicantumkan semua. Hal ini tentu mempermudah penelusuran bagi pembaca.
2). Selain sebagai penunjukan referensi,
catatan kaki dapat berfungsi untuk memberikan catatan penjelas yang diperlukan.
Hal ini tentu tidak dapat dilakukan dengan catatan tubuh.
3). Catatan kaki dapat digunakan untuk merujuk
bagian lain dari sebuah tulisan.
Berdasarkan
kelebihannya tersebut, catatan kaki bisa berisi:
1). Penunjukan sumber kutipan (referensi).
2). Catatan penjelas.
3). Penunjukan sumber kutipan sekaligus
catatan penjelas.
Prinsip-prinsip
dalam menuliskan catatan kaki:
1) Catatan kaki dicantumkan di bagian bawah
halaman, dipisahkan dengan naskah skripsi oleh sebuah garis. Pemisahan ini akan
otomatis dilakukan oleh program Microsoft Word dengan cara mengklik insert,
kemudian reference, kemudian footnote.
2) Nomor cacatan kaki ditulis secara urut
pada tiap bab, mulai dari nomor satu. Artinya, cacatan kaki pertama di tiap
awal bab menggunakan nomor satu, begitu seterusnya.
3) Catatan kaki ditulis dengan satu spasi.
4) Pilihan huruf dalam catatan kaki harus
sama dengan pilihan huruf dalam naskah skripsi, hanya ukurannya lebih kecil,
yaitu:
ü Times New Roman (size 10)
ü Arial (size 9)
ü Tahoma (size 9)
5)
Baris pertama catatan kaki
menjorok ke dalam sebanyak tujuh karakter.
6)
Judul buku dalam catatan kaki ditulis
miring (italic).
7)
Nama pengarang dalam catatan
kaki ditulis lengkap dan tidak dibalik.
8) Catatan kaki bisa berisi keterangan tambahan. Pertimbangan utama
memberikan keterangan tambahan adalah: jika keterangan tersebut ditempatkan
dalam naskah (menyatu dengan naskah) akan merusak alur tulisan atau naskah
tersebut. Tidak ada batasan
seberapa panjang keterangan tambahan, asalkan proporsional.
Buku dengan satu
pengarang
Nama
pengarang, judul buku (kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit),
halaman.[1]
Buku dengan dua atau
tiga pengarang
Nama
pengarang 1, nama pengarang 2, nama pengarang 3, judul buku (kota
penerbit: nama penerbit, tahun terbit), halaman.[2]
Buku dengan banyak
pengarang
Nama
pengarang pertama, et al., judul buku (kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit), halaman.[3]
Perhatikan:
hanya nama pengarang pertama yang dicantumkan, nama-nama pengarang lainnya
diganti dengan singkatan et al.
Buku yang telah direvisi
Nama
pengarang, judul buku (rev.ed.; kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit), halaman.[4]
Perhatikan:
singkatan rev.ed. menunjukkan bahwa buku tersebut telah mengalami
revisi.
Buku yang terdiri dua
jilid atau lebih
Nama
pengarang, judul buku (nomor volume/jilid; kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit), halaman.[5]
Buku terjemahan
Nama
pengarang asli, judul buku, terj. nama penerjemah (kota penerbit:
nama penerbit, tahun terbit), halaman.[6]
Perhatikan:
singkatan terj. menunjukkan bahwa buku tersebut telah diterjemahkan dan
penulis mengutip dari terjemahan tersebut.
Kamus
Nama pengarang,
judul kamus (kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit), halaman.[7]
Artikel dari sebuah buku
antologi
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” judul buku, ed. nama editor
(kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit), halaman.[8]
Perhatikan:
jika editor satu orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor
dua orang atau lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel dari sebuah
jurnal/majalah ilmiah
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” nama jurnal/majalah ilmiah, edisi
jurnal (bulan terbit, tahun terbit), halaman.[9]
Artikel dari
koran/majalah
Nama
pengarang artikel, ”judul artikel,” nama media, tanggal terbit, tahun,
halaman.[10]
Berita koran/majalah
”Judul
berita,” nama media, tanggal terbit, tahun, halaman.[11]
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
Nama
penulis, ”judul skripsi/tesis/disertasi,” (level karya, fakultas dan
universitas, nama kota, tahun terbit), halaman.[12]
Makalah seminar yang
tidak diterbitkan
Nama
penulis, ”judul makalah,” (forum penyampaian makalah, penyelenggara seminar,
nama kota, tanggal seminar, tahun).[13]
Dokumen yang tidak
diterbitkan
Lembaga
yang mengeluarkan dokumen, nama dokumen, (nama kota, tanggal dikeluarkan
dokumen, tahun).[14]
Artikel dari internet
Nama
penulis, ”judul artikel,” alamat lengkap internet (tanggal akses).[15]
Jika
artikel di internet tidak mencantumkan nama penulis, maka langsung mengacu pada
judul artikel.[16]
Pernyataan lisan
Nama
narasumber, jenis pernyataan (wawancara atau pidato), tanggal pernyataan
dilakukan.[17]
Referensi dari sumber
kedua
Keterangan
lengkap sumber pertama (sesuai dengan aturan catatan kaki), seperti dikutip
oleh keterangan lengkap sumber kedua (sesuai aturan catatan kaki).[18]
Perhatikan:
frase ”seperti dikutip oleh” menunjukkan bahwa penulis tidak membaca
sumber asal (pertama) kutipan, hanya membaca dari orang lain (sumber kedua)
yang mengutip sumber pertama.
D. Beberapa Singkatan Khusus dalam Catatan
Kaki
1) Ibid.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin ibidem yang berarti pada tempat yang
sama. Singkatan ini digunakan apabila referensi dalam catatan kaki nomor
tersebut sama dengan referensi pada nomor sebelumnya (tanpa diselingi catatan
kaki lain). Apabila halamannya sama, cukup ditulis Ibid., bila
halamannya berbeda, setelah Ibid. dituliskan nomor halamannya.
2) Op.Cit.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin opere citato yang berarti pada karya
yang telah dikutip. Singkatan ini digunakan apabila referensi dalam catatan
kaki pada nomor tersebut sama dengan referensi yang telah dikutip sebelumnya,
namun diselingi catatan kaki lain. Op.Cit. khusus digunakan bagi
referensi yang berupa buku.
3) Loc.Cit.
Singkatan
ini berasal dari bahasa latin loco citato yang berarti pada tempat
yang telah dikutip. Singkatan ini digunakan sama dengan Op.Cit.,
yaitu apabila referensi dalam catatan kaki pada nomor tersebut sama dengan
referensi yang telah dikutip sebelumnya, namun diselingi catatan kaki lain.
Namun, referensi yang diacu Loc.Cit. bukan berupa buku, melainkan
artikel, baik itu dari koran, majalah, ensiklopedi, internet, atau lainnya.
Contoh penggunaan:
1 Arthur
Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi (Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 45.
2 Ibid.
3 Ibid., hal. 55.
4 Dedy N. Hidayat, "Paradigma dan
Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia, No. 2 (Oktober, 1998),
hal. 25-26.
5 Ibid., hal. 28.
6
Arthur Asa Berger, Op.Cit., hal. 70.
7 Hubert L. Dreyfus, Paul Rabinow, Beyond Structuralism and
Hermeneutics (Chicago: University of Chicago Press, 1982), hal. 72 - 76.
8 Francis Fukuyama, “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo,
22 November, 2001, hal. 45.
9 Robert McChesney, “Rich Media Poor Democracy,” www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html
(akses 16 Agustus 2006).
10 Arthur Asa Berger, Op.Cit., hal. 96.
11 Ibid., hal. 99.
12 Ibid.
13 Dedy N. Hidayat, Loc.Cit.,
hal. 22.
14 Francis Fukuyama, Loc.Cit.
15 Hubert L. Dreyfus, Paul Rabinow, Op.Cit.,
58.
16 Dedy N. Hidayat, Loc.Cit., hal. 21.
Cara membaca:
ü
Catatan kaki nomor (2) menggunakan Ibid.,
karena sumber kutipannya sama persis dengan nomor (1) baik buku maupun
halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (3) buku referensinya
sama dengan nomor (2), hanya saja beda halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (5) referensinya sama
dengan nomor (4), hanya saja beda halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (6), referensinya
sama dengan nomor (1), karena telah diselingi oleh catatan kaki lain, maka
menggunakan Op.Cit., serta menuliskan nama pengarang dan halaman.
ü
Catatan kaki nomor (10) referensinya
sama dengan nomor (1), karena telah diselingi oleh catatan kaki lain, maka
menggunakan Op.Cit.
ü
Catatan kaki nomor (11), referensinya
sama dengan catatan kaki sebelumnya, tanpa diselingi catatan kaki lain, yaitu
nomor (10), hanya saja beda halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (12) referensinya
sama persis dengan nomor (11).
ü
Catatan kaki nomor (13) referensinya
sama dengan nomor (4), hanya beda halamannya, karena telah diselingi oleh
catatan kaki lain dan nomor (4) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan
Loc.Cit., serta menuliskan halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (14) referensinya
sama persis, termasuk halamannya, dengan nomor (8), karena telah diselingi oleh
catatan kaki lain dan nomor (8) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan
Loc.Cit.
ü
Catatan kaki nomor (15) referensinya
sama dengan nomor (7), hanya beda halaman, karena telah diselingi oleh catatan
kaki lain dan nomor (7) berbentuk buku (bukan artikel) maka menggunakan Op.Cit.,
serta menuliskan halamannya.
ü
Catatan kaki nomor (16) referensinya
sama dengan nomor (4), hanya beda halamannya, karena telah diselingi oleh
catatan kaki lain dan nomor (4) berbentuk artikel (bukan buku) maka menggunakan
Loc.Cit., serta menuliskan halamannya.
E. Teknik Menggunakan Catatan Tubuh
Kelebihan
catatan tubuh adalah kemudahan bagi pembaca dalam mengecek sumber sebuah
kutipan yang langsung terdapat sebelum atau setelah kutipan tersebut, tanpa
perlu berpindah ke bagian bawah halaman.
Prinsip-prinsip
dalam menuliskan catatan tubuh:
1). Catatan tubuh menyatu dengan naskah, hanya
ditandai dengan kurung buka dan kurung tutup.
2). Catatan tubuh memuat nama belakang
penulis, tahun terbit buku dan halaman yang dikutip. Contoh:
a). Nama penulis adalah Arthur Asa Berger,
maka cukup ditulis Berger.
b). Nama penulis Jalaluddin Rakhmat, maka
cukup ditulis Rakhmat.
3). Terdapat dua cara menuliskan catatan
tubuh:
a). Nama penulis, tahun terbit dan halaman
berada dalam tanda kurung, ditempatkan setelah selesainya sebuah kutipan. Jika kutipan ini merupakan akhir kalimat,
maka tanda titik ditempatkan setelah kurung tutup catatan tubuh. Contoh:
Di titik
inilah esensi hegemoni: hubungan di antara agen-agen utama yang menjadi alat
sosialisasi dan orientasi ideologis, yang berinteraksi, kumulatif, dan diterima
oleh masyarakat (Lull, 1995: 31-38).
b). Nama penulis menyatu dalam naskah tulisan,
tidak berada dalam tanda kurung, sementara tahun penerbitan dan halaman berada
dalam tanda kurung. Model ini
biasanya ditempatkan sebelum sebuah kutipan. Contoh:
Menurut
Lull (1995: 31-38), di titik inilah esensi hegemoni: hubungan di antara
agen-agen utama yang menjadi alat sosialisasi dan orientasi ideologis, yang
berinteraksi, kumulatif, dan diterima oleh masyarakat.
Buku dengan satu
pengarang
ü ..... (Lull, 1995: 31 – 38).
ü Menurut Lull (1995: 31 – 38), .....
Buku dengan dua atau
tiga pengarang
ü ….. (Dreyfus dan Rabinow, 1982: 72 – 76).
ü Dreyfus dan Rabinow (1982: 72 – 76)
mengatakan …..
Buku dengan banyak
pengarang
ü ...... (Ibrahim, et al., 1997: 52 –
54).
ü ...... (Ibrahim, dkk., 1997: 52 –
54).
Buku yang terdiri dua
jilid atau lebih
ü ..... (Lapidus, Vol.1, 1988: 131).
ü Mengacu pada Lapidus (Vol.1, 1988: 131),
…..
Buku terjemahan
ü ….. (Berger, terj., Setio Budi,
2000: 44 – 45).
ü Berger (terj., Setio Budi, 2000: 44
– 45) menandaskan .....
Artikel dari sebuah buku
antologi
ü ..... (Alam, dalam Mastuhu dan Ridwan (eds.),
1998: 77).
ü Menurut Alam (dalam Mastuhu dan Ridwan (eds.),
1998: 77), .....
Perhatikan:
jika editor satu orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor
dua orang atau lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel dari sebuah
jurnal/majalah ilmiah
ü ...... (Hidayat, Jurnal ISKI, No. 2, Oktober 1998: 25-26).
ü Hidayat (Jurnal ISKI, No. 2,
Oktober 1998: 25-26) menyebut …..
Artikel dari
koran/majalah
ü ..... (Fukuyama, Koran Tempo, 22
November 2001).
ü Melandaskan argumen pada Fukuyama (Koran
Tempo, 22 November 2001), ......
Berita koran/majalah
ü ..... (Republika, 10 September 2002).
ü Harian Republika (10 September 2002) memberitakan .....
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
ü ..... (Nazaruddin, Skripsi, 2004: 205).
ü Menurut Nazaruddin (Skripsi, 2004: 205), .....
Makalah seminar yang
tidak diterbitkan
ü ..... (Nazaruddin, Makalah, 2007).
ü Dalam makalahnya yang disampaikan dalam
Temu Ilmiah Nasional Komunikasi, Nazaruddin (2007) mengatakan, .....
Dokumen yang tidak diterbitkan
ü ..... (U.S. Department of Foreign Affairs, 1998).
ü Dalam dokumen yang dikeluarkan U.S. Department of Foreign Affairs
(1998) disebutkan bahwa …..
Artikel dari internet
ü ….. (Chesney, www.thirdworldtraveler.com/
Robert_McChesney_ page.html, akses 15 Juni 2007).
ü Mengutip Chesney (www.thirdworldtraveler.com/Robert_
McChesney_page.html, akses 15 Juni 2007), …..
Perhatikan: alamat web yang
dicantumkan adalah alamat lengkap, dengan cara copy-paste dari address
web secara langsung.
Pernyataan lisan
ü ….. (Samijan, wawancara, 11 November 2006).
ü Dalam wawancara dengan penulis, Samijan (11 November 2006)
mengatakan ……
Referensi dari sumber
kedua
ü Menurut
Marx (seperti dikutip Takwin, 2000: 44), ......
F. Penggunaan Kutipan dan Referensi
1). Kutipan langsung empat baris atau lebih
Prinsip-prinsip:
a).
Kutipan dipisahkan dari teks.
b).
Kutipan menjorok ke dalam lebih
kurang tujuh karakter. Bila awal kutipan adalah alinea baru, baris pertama
kutipan menjorok lagi ke dalam lebih kurang tujuh karakter.
c).
Kutipan
diketik dengan spasi satu.
d).
Kutipan
diawali dan diakhiri dengan tanda kutip (boleh tidak).
e).
Jika
menggunakan catatan tubuh (bodynote), maka cacatan tubuh dicantumkan
setelah kutipan. Contoh:
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kelas berkuasa bekerja melalui
ideologi untuk melanggengkan dominasi mereka? Barangkali penting dikutip di
sini bagaimana Marx menjelaskan bekerjanya kelas berkuasa:
“Individu-individu
yang menyusun kelas yang berkuasa berkeinginan memiliki sesuatu/kesadaran dari
yang lainnya. Ketika mereka memegang peranan sebagai sebuah kelas dan
menentukan keseluruhannya dalam sebuah kurun waktu, hal tersebut adalah bukti
diri bahwa mereka melakukan tersebut dalam jangkauannya kepada yang lainnya,
memegang peranan sekaligus pula sebagai pemikir-pemikir, sebagai pemproduksi
ide serta mengatur produksi dan distribusi idenya pada masa tersebut.” (Berger, 2000: 44 – 45)
Dalam contoh di atas, kalimat ”Pertanyaannya kemudian.....bekerjanya
kelas berkuasa” adalah naskah skripsi. Kalimat ”Individu-individu.....pada
masa tersebut” adalah kutipan langsung dari sebuah buku yang ditulis Arthur
Asa Berger, diterbitkan pada tahun 2000, dan kutipan berasal dari halaman 44-45
buku tersebut.
f).
Jika
menggunakan catatan kaki (footnote), maka nomor indeks ditempatkan
setelah kutipan, lalu di bagian bawah halaman tersebut (bagian kaki halaman)
terdapat keterangan nomor indeks yang menjelaskan sumber kutipan tersebut.
Contoh:
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kelas berkuasa bekerja melalui
ideologi untuk melanggengkan dominasi mereka? Barangkali penting dikutip di
sini bagaimana Marx menjelaskan bekerjanya kelas berkuasa:
“Individu-individu yang menyusun kelas yang berkuasa berkeinginan memiliki
sesuatu/kesadaran dari yang lainnya. Ketika mereka memegang peranan sebagai
sebuah kelas dan menentukan keseluruhannya dalam sebuah kurun waktu, hal
tersebut adalah bukti diri bahwa mereka melakukan tersebut dalam jangkauannya
kepada yang lainnya, memegang peranan sekaligus pula sebagai pemikir-pemikir,
sebagai pemproduksi ide serta mengatur produksi dan distribusi idenya pada masa
tersebut.” [19]
Dalam
contoh di atas, kalimat ”Pertanyaannya kemudian.....bekerjanya kelas
berkuasa” adalah naskah skripsi. Kalimat ”Individu-individu.....pada
masa tersebut” adalah kutipan. Catatan kaki dalam contoh ini bisa
dilengkapi dengan keterangan tambahan. [20]
2). Kutipan langsung kurang dari empat baris
Prinsip-prinsip:
a).
Kutipan tidak dipisahkan dari
teks (menyatu dengan teks).
b).
Kutipan harus diawali dan
diakhiri dengan tanda kutip.
c).
Jika menggunakan catatan tubuh,
contoh:
Bagi sebuah kekuasaan
resmi negara, salah satu representasi ideologi yang penting terwujud dalam
pidato dan pernyataan-pernyataan para penyelenggara kekuasaan negara tersebut,
secara khusus adalah seorang presiden ataupun raja yang berkuasa. Hart (1967:
61) mengatakan: "The symbolic dimensions of politics speech-making, for
presidents, is a political act, the mechanism for wielding power."
Dalam contoh di atas, kalimat “Bagi
sebuah kekuasaan ….. raja yang berkuasa” adalah naskah skripsi. Kalimat “The
symbolic ….. for wielding power” adalah kutipan dari buku yang ditulis R.P.
Hart, diterbitkan pada tahun 1967, dan kutipan berasal dari halaman 61 buku
tersebut.
d).
Jika
menggunakan catatan kaki, contoh:
Bagi sebuah kekuasaan resmi negara, salah satu representasi ideologi yang
penting terwujud dalam pidato dan pernyataan-pernyataan para penyelenggara
kekuasaan negara tersebut, secara khusus adalah seorang presiden ataupun raja
yang berkuasa. Hart mengatakan: "The symbolic
dimensions of politics speech-making, for presidents, is a political act, the
mechanism for wielding power." [21]
Dalam contoh di atas, kalimat “Bagi
sebuah kekuasaan ….. raja yang berkuasa” adalah naskah skripsi. Kalimat “The
symbolic ….. for wielding power” adalah kutipan. Catatan kaki dalam contoh
ini bisa dilengkapi dengan keterangan tambahan. [22]
3).
Kutipan tidak langsung.
Prinsip-prinsip:
a).
Kutipan tidak dipisahkan dari
teks (menyatu dengan teks).
b).
Kutipan tidak boleh menggunakan
tanda kutip.
c).
Jika menggunakan catatan tubuh,
contoh:
Media bukanlah sarana
netral yang menampilkan berbagai ideologi dan kelompok apa adanya, media adalah
subjek yang lengkap dengan pandangan, kepentingan, serta keberpihakan
ideologisnya. Janet Woollacott dan David Barrat menegaskan pandangan para
teoritis Marxis bahwa ideologi yang dominanlah yang akan tampil dalam
pemberitaan (Wollacott, 1982: 109,
Barrat, 1994: 51-52). Media berpihak pada kelompok dominan, menyebarkan
ideologi mereka sekaligus mengontrol dan memarginalkan wacana dan ideologi
kelompok-kelompok lain.
Dalam contoh di atas, pernyataan
bahwa ”ideologi yang dominan yang akan tampil dalam pemberitaan” adalah
inti pendapat dari James Wollacott dan David Barrat yang penulis sajikan dalam
bahasa sendiri.
d).
Jika
menggunakan catatan kaki, contoh:
Media bukanlah sarana netral yang
menampilkan berbagai ideologi dan kelompok apa adanya, media adalah subjek yang
lengkap dengan pandangan, kepentingan, serta keberpihakan ideologisnya. Janet
Woollacott dan David Barrat menegaskan pandangan para teoritis Marxis bahwa
ideologi yang dominanlah yang akan tampil dalam pemberitaan.[23] Media berpihak pada kelompok dominan,
menyebarkan ideologi mereka sekaligus mengontrol dan memarginalkan wacana dan
ideologi kelompok-kelompok lain.
Dalam contoh di atas, catatan kaki bisa dilengkapi dengan keterangan
tambahan. [24]
7. Daftar
Pustaka
Daftar pustaka/bibliografi adalah daftar
yang berisi buku, artikel, dokumen, dan segenap kepustakaan lainnya yang
digunakan dalam menyusun sebuah tulisan ilmiah, ditempatkan di bagian terakhir
(halaman terpisah/tersendiri) dari tulisan ilmiah tersebut. Daftar pustaka atau
bibliografi mutlak ada dalam sebuah karya ilmiah, menunjukkan sifat referensial
atas karya tersebut. Bibliografi disusun secara alfabetis (Lampiran
VI.3).
Unsur-unsur dalam sebuah daftar pustaka:
ü
Nama pengarang (ditulis secara
terbalik).
ü
Judul buku (termasuk judul tambahannya).
ü
Data publikasi (tempat terbit, nama
penerbit, tahun terbit).
ü
Nama pengarang artikel dan judul artikel
(untuk artikel).
ü
Data publikasi media, untuk artikel di
media (nama media, tanggal terbit).
ü
Alamat lengkap internet dan waktu akses
(untuk bahan dari internet).
Cara penyusunan daftar pustaka:
Buku
dengan satu pengarang
Nama
pengarang (dibalik). Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit.
Barrat,
David. Media Sociology.
London and New York: Routledge, 1994.
Buku
dengan dua atau tiga pengarang
Nama
pengarang 1 (dibalik), nama pengarang 2 (tidak dibalik), nama pengarang 3
(tidak dibalik). Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Dreyfus,
Hubert L., Paul Rabinow. Beyond Structuralism and
Hermeneutics. Chicago: University of Chicago
Press, 1982.
Buku dengan banyak pengarang
Nama pengarang 1 (dibalik), et.al.
Judul buku. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Ibrahim, Idi Subandi, et.al. Hegemoni
Budaya. Yogyakarta: Bentang, 1997.
Buku yang telah direvisi
Nama pengarang (dibalik). Judul
buku. Rev.ed. Kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi
Komunikasi. Rev.ed. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Buku yang terdiri dua jilid
atau lebih
Nama pengarang (dibalik). Judul
buku. Volume/Jilid. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Lapidus, Ira M. A History of
Islamic Societes. Vol.1. Cambridge: Cambridge University Press, 1988.
Buku terjemahan
Nama pengarang asli (dibalik). Judul buku, terj. nama penerjemah. Kota penerbit:
nama penerbit, tahun terbit.
Berger,
Arthur Asa. Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH.
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000.
Kamus
Nama
pengarang kamus (dibalik). Judul kamus. Kota penerbit: nama penerbit,
tahun terbit.
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Artikel
dari sebuah buku antologi
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Judul buku, ed.
nama editor. Kota penerbit: nama penerbit, tahun terbit.
Alam, Rudi
Harisyah. “Perspektif Pasca-Modernisme dalam Kajian Keagamaan,” Kajian
Keagamaan dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin
Ilmu, eds. Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed.,
M. Deden Ridwan. Bandung: Penerbit Nuansa dan PUSJARLIT, 1998.
Perhatian: jika editor satu
orang maka menggunakan singkatan ed., namun jika editor dua orang atau
lebih menggunakan singkatan eds.
Artikel
dari sebuah jurnal/majalah ilmiah
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Nama jurnal/majalah ilmiah, edisi
jurnal (bulan terbit, tahun terbit), halaman.
Hidayat, Dedy N. "Paradigma dan
Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia, II (Oktober, 1998), hal.
32-43.
Perhatian: halaman yang dimaksud di daftar pustaka ini
adalah halaman dari awal sampai akhir tempat artikel berada dalam
jurnal/majalah ilmiah, bukan halaman yang dikutip.
Artikel
dari koran/majalah
Nama
pengarang artikel (dibalik). ”Judul artikel,” Nama media, tanggal dan
tahun terbit.
Fukuyama,
Francis. “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, 22 November 2001.
Berita
koran/majalah
”Judul
berita,” Nama media, tanggal dan tahun terbit.
“Islam di
AS Jadi Agama Kedua,” Republika, 10 September 2002.
Skripsi/Tesis/Disertasi
yang belum diterbitkan
Nama
penulis (dibalik). ”Judul skripsi/tesis/disertasi.” Level karya, fakultas dan
universitas, nama kota, tahun terbit.
Nazaruddin, Muzayin. “War Against
Terrorism: Critical Discourse Analysis.” Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, 2004.
Makalah
seminar yang tidak diterbitkan
Nama
penulis (dibalik). ”Judul makalah.” Forum penyampaian makalah, penyelenggara
seminar, nama kota, tahun.
Nazaruddin,
Muzayin. “Dua Tipe Perempuan dalam Film dan Sinetron Mistik Indonesia.” Makalah
disampaikan dalam Temu Ilmiah Nasional, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007.
Dokumen
yang tidak diterbitkan
Lembaga
yang mengeluarkan dokumen. Nama dokumen. Nama kota, tanggal dan
tahun dikeluarkan dokumen.
U.S. Department of Foreign Affairs. Testimony
by John. J. Maresca, Vice President International Relations Unocal Corporation
to House Committee on International Relations Subcommittee on Asia and The
Pacific. Washington D.C., 12 February 1998.
Artikel di internet
Nama penulis (dibalik). ”Judul
artikel.” Alamat lengkap internet (waktu akses).
McChesney, Robert. “Rich Media Poor
Democracy.” www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html
(akses 16 Agustus 2006).
”Judul artikel.” Alamat lengkap internet (waktu akses).
“Pengelolaan
Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat.” www.walhi.or.id/kampanye/bencana
(akses 17 Agustus 2006).
[1] David
Barrat, Media Sociology (London and New York: Routledge, 1994), hal.
273.
[2] Hubert L.
Dreyfus, Paul Rabinow, Beyond Structuralism and Hermeneutics (Chicago:
University of Chicago Press, 1982), hal. 72 - 76.
[3] Idi Subandi Ibrahim, et al., Hegemoni Budaya (Yogyakarta:
Bentang, 1997), hal. 52 - 54.
[4] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi
Komunikasi (rev.ed.; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 55.
[5] Ira M. Lapidus, A
History of Islamic Societes (Vol.1; Cambridge: Cambridge University Press,
1988), hal. 131.
[6] Arthur Asa Berger, Media
Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH.
(Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45.
[7] Lorens
Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 595.
[8] Rudi Harisyah Alam,
“Perspektif Pasca-Modernisme dalam Kajian Keagamaan,” Kajian Keagamaan dalam
Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin Ilmu, eds. Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed., M. Deden Ridwan
(Bandung: Penerbit Nuansa dan PUSJARLIT, 1998), hal. 67-77.
[9] Dedy N. Hidayat,
"Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi," Jurnal Ikatan
Sarjana Komunikasi Indonesia, No. 2
(Oktober, 1998), hal. 25-26.
[10]
Francis Fukuyama, “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, 22
November, 2001, hal. 4.
[11] “Islam di AS Jadi
Agama Kedua,” Republika, 10 September, 2002, hal. 6.
[12] Muzayin Nazaruddin,
“War Against Terrorism: Critical Discourse Analysis,” (Skripsi Sarjana,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2004), hal. 205.
[13] Muzayin Nazaruddin,
“Dua Tipe Perempuan dalam Film dan Sinetron Mistik Indonesia,” (Makalah
disampaikan dalam Temu Ilmiah Nasional, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 26 – 28 Juni, 2007).
[14] U.S.
Department of Foreign Affairs, Testimony by John. J. Maresca, Vice President
International Relations Unocal Corporation to House Committee on International
Relations Subcommittee on Asia and The Pacific (Washington D.C., 12
February, 1998).
[15] Robert
McChesney, “Rich Media Poor Democracy,” www.thirdworldtraveler.com/Robert_McChesney_page.html
(akses 16 Agustus 2006).
[16] “Pengelolaan Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat,” www.walhi.or.id/kampanye/bencana
(akses 17 Agustus 2006).
[17] Samijan, wawancara
dengan penulis, 11 November 2006.
[18] Karl Marx, Selected
Writings in Sociology and Social Philosophy, eds. T.B. Bottomore and
Maximilien Rubel (New York: McGraw-Hill, 1964), hal. 78, seperti dikutip oleh
Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi HH. (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000),
hal. 44 – 45.
[19] Arthur Asa Berger, Media
Analysis Techniques, terj. Setio Budi
(Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45.
[20] Arthur Asa
Berger, Media Analysis Techniques, terj. Setio Budi (Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Atma Jaya, 2000), hal. 44 – 45. Cukup jelas, Marx
menawarkan gagasan bahwa ide-ide atau gagasan pada suatu masa adalah yang
disebarluaskan dan dipopulerkan oleh kelas berkuasa sesuai kepentingannya.
Kelas penguasa itu, seperti ditegaskan Marx, merupakan pemikir, pemproduksi ide
sekaligus mengatur distribusi idenya. Dalam hal produksi dan penyebarluasan ide
inilah kita bisa mengurai saling keterkaitan antara kelas penguasa, ideologi,
wacana dan media.
[21] R.P. Hardt, The
Sound of Leadership: Presidential Communication in the Modern-Age (Chicago:
Chicago University Press, 1987), hal. 61.
[22] Pada dasarnya tiap
pemimpin politik selalu menciptakan bahasa politik yang menjadi kekuatan utama
konsolidasi simbolik dalam rangka mendukung politik dijalankan serta meneguhkan
ideologi kekuasaan. Dalam sebuah studinya mengenai pidato kemenangan presiden
di Amerika, Corcohan menunjukkan bahwa tiap presiden ternyata mempunyai gaya
bahasa serta strategi wacana yang berbeda. Lihat lebih jauh di R.P. Hardt, The
Sound of Leadership: Presidential Communication in the Modern-Age (Chicago:
Chicago University Press, 1987), hal. 61.
[23]
David
Barrat, Media Sociology (London and New York: Routledge, 1994), hal.
51-52. Lihat juga Janet Wollacott, “Message and Meanings”, dalam Culture,
Society and the Media, eds. Michael Gurevitch, James Curran and
James Wollacott (London: Methuen, 1982), hal. 109.
[24] Keberpihakan media
akan menampilkan kelompok dominan dalam pemberitaan. Lebih jauh, media bukan
hanya alat bagi ideologi dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan itu
sendiri. Lihat David Barrat, Media Sociology (London and New
York: Routledge, 1994), hal. 51-52. Lihat juga Janet Wollacott, “Message and
Meanings”, dalam Culture, Society and the Media, eds. Michael
Gurevitch, James Curran and James Wollacott (London: Methuen,
1982), hal. 109.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar